Article

Memahami Perkembangan Sosial dan Emosi Anak

Ayah dan Bunda, menghadapi si kecil memang bukan persoalan mudah. Namun jika kita mengetahui caranya, menyikapi perilaku anak akan lebih menyenangkan.

Dalam artikel ini akan dibahas beberapa pertanyaan yang sering muncul di benak para orang tua dalam menyikapi perkembangan emosi dan sosial Anak.

Pertama, mengapa perilaku anak ketika di rumah dan di sekolah berbeda? Ketika di sekolah anak mau berbagi dan tidak rebutan mainan ketika diambil. Namun, ketika di rumah, anak sering berteriak, memukul, dan marah. Pemicu marah biasanya hal-hal yang sepele seperti tidak boleh bermain sepeda di siang hari. 
Perbedaan perilaku anak di sekolah dan di rumah dapat terjadi karena ada aturan yang berbeda antara di sekolah dan di rumah. Pada umumnya, anak usia 2-5 tahun mulai mengembangkan perilaku negativistik, atau kata gamblangnya ialah membangkang. Ketika anak diberitahu, maka ia justru melakukan hal yang berlawanan. Ia akan semakin menjadi ketika dilarang. Menyikapi hal ini bukan berarti orang tua membiarkan saja perilaku anak tersebut. Harus dilakukan upaya agar anak tetap mengikuti peraturan orang tua. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat aturan yang sejalan antara sekolah dan rumah. Perilaku anak yang berbeda antara di sekolah dan di rumah, bisa jadi karena anak sedang menguji batasan orang tua sebagai figur otoritas. Dalam menyampaikan aturan, sebaiknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan bagi anak sehingga anak tidak merasa terpaksa.

Kedua, bagaimana menyikapi perilaku anak yang justru melakukan hal yang berlawanan ketika dilarang? Dalam hal mengontrol perilaku anak, perlu adanya kesepakatan atau aturan yang dibuat oleh orang tua dan anak. Dalam menerapkan aturan tersebut diperlukan konsistesi sikap antara Ayah dan Bunda. Jika tidak konsisten maka anak akan menjadi bingung. Untuk itu, perlu mengkomunikasikan terlebih dahulu aturan-aturan seperti apa yang ingin diterapkan. Bolehkan menggunakan ancaman? Cara ini sebaiknya tidak dilakukan. Hindari pula kata "Jangan" dan gunakan kata lain yang lebih positif dan efektif. Bagaimana dengan anak yang mencoba untuk bernegosiasi? Seperti, "Mau makan, tapi aku main dulu ya.." Utamakan, tetap mengarahkan anak untuk makan dulu baru main karena bukan jaminan setelah diterima tawarannya anak akan melakukan yang seharusnya.

Ketiga, bagaimana penerapan konsekuensi yang tepat? Bolehkah menggunakan ancaman? Ketika akan menerapkan aturan, kondisikan lingkungan terlebih dahulu, terutama jika berkaitan dengan benda yang berbahaya. Misal, orangtua melarang anak bermain laptop. Simpanlah laptop di tempat yang tidak terlihat oleh anak. Jika berkaitan dengan perilaku, alihkan perilaku yang tidak tepat dengan alternatif kegiatan lain yang sama-sama menyenangkan. Misal, anak melompat-lompat di atas kasur. Orangtua dapat mengajak anak turun dan bermain di tempat lain. Anak boleh dikenalkan pula dengan konsekuensi atas perilakunya.

Keempat, bagaimana melepaskan anak dari kebiasaan yang tidak baik? Misalnya melepaskan anak dari kebiasan minum dari dot.Berikutnya, untuk melepaskan anak dari kebiasaan yang tidak baik seperti minum dari dot, orangtua dapat membuat variasi-variasi minum yang menyenangkan. Dapat diberlakukan sistem reward. Yaitu dengan memberikan hal yang anak sukai. Bisa jadi anak menganggap variasi minum seagai selingan. Setelah itu kembali ke dot. Nah, orangtua harus tegas dan konsisten. Biasanya anak hanya rewel selama beberapa hari, setelah itu menjadi terbiasa.

Berikutnya, bolehkah membandingkan anak dengan anak lain atau dengan saudaranya? Sebaiknya tidak. Sejak usia 3 tahun, anak bisa membandingkan diri sendiri dengan anak lain. Jika orangtua membanding-bandingkan, konsep diri anak bisa menjadi negatif. Lebih baik berikan anak support dan feedback secara langsung dalam kalimat yang positif.  Jika orangtua tidak memberikan feedback, anak bisa merasa dirinya sempurna, padahal mungkin saja anak masih dapat menggapai pencapaian yang lebih tinggi sesuai dengan perkembangan usianya.

Berikutnya, bagaimana mengajarkan rutinitas pada anak? Dengan pembiasaan. Anak bisa jadi menolak saat diajak mandi karena ingin memperpanjang waktu interaksi atau mendapat perhatian dari orangtua terutama untuk orangtua yang bekerja. Bisa jadi yang dibutuhkan anak adalah sekuen interaksi dengan orangtua. Pengenalan rutinitas tetap perlu, tapi bisa dengan memberikan pemberitahuan dulu sebelum kegiatan dulu. Untuk gosok gigi misalnya, orangtua harus kreatif membuat suasana menjadi menyenangkan. Untuk kegiatan makan, anak harus sadar bahwa ia sedang makan. Jadi sebaiknya kegiatan makan tidak dilakukan sambil nonton tv atau bermiain. Jika ingin makan sambil bermain, pilihkanlah permainan yang berhubungan dengan kegiatan makannya, misalnya bermain membentuk roti dengan menggunting roti untuk dimakan.

Buah hati ayah bunda masih suka menangis ketika di sekolah? Tidak perlu khawatir. Proses adaptasi anak berbeda-beda. Karakter anak juga berbeda-beda. Jadi tidak masalah, selama anak tidak menarik diri dari lingkungan. Anak usia ini juga masih cenderung bermain sendiri. Orangtua dapat mulai mengenalkan anak dengan salah satu temannya. Orangtua tetap harus memberikan dukungan agar anak mau beradaptasi. Jika lebih dari 6 bulan anak belum dapat beradaptasi, biasanya baru akan diberikan intervensi. Tapi, itu tergantung dari sikap orangtua selama kurun waktu tersebut.

Kesimpulan:
Peran orangtua adalah mengarahkan/membimbing anak menuju kemandirian. Yang penting di setiap perilaku yang ditampilkan anak, orangtua  tetap memegang kendali anak dengan cara-cara yang menyenangkan dan menciptakan tantangan yang sesuai untuk anak. Sekreatif mungkin, buat kegiatan pengalih yang menyenangkan.
Khusus untuk anak usia 3-6 tahun tentang kemandirian:
  1. Makan. Anak sudah dapat makan sendiri sambil duduk tenang. Jika saat menyendok makanan masih tumpah-tumpah adalah wajar sebagai bagian dari proses belajar.
  2. Berpakaian. Anak dapat memakai kaos dan celana karet sendiri. Anak di bawah usia 3 tahun juga sudah dapat mulai diajarkan berpakaian sendiri.
  3. Mandi,  BAK, BAB,  anak masih perlu didampingi dan dibantu, meskipun sudah mulai belajar mengatakan keinginan untuk BAK dan BAB serta sudah mulai dapat membilas tubuh sendiri saat mandi.
  4. Tidur. Anak dapat tidur sendiri di kamar yang terpisah dnegan orangtua. Anak dapat ditemani dulu menjelang tidur. Ketika bangun anak sudah tidak menangis lagi. Untuk anak usia 1-2 tahun menangis saat bangun tidur adalah hal yang wajar. Anak usia ini sebaiknya juga masih tidur bersama orangtua agar orangtua dapat responsif jika anak terbangun. 
  5. Bermain. Anak dapat bermain sendiri tanpa ditemani. Anak juga sudah dapat merapikan mainannya sendiri. Orangtua dapat ikut terlibat dalam merapikan mainan dan harus konsisten jika memberi peraturan bagi anak.

(Diskusi Parenting 19 Okt 2013 Membahas seputar perkembangan sosial emosi anak TPA MAKARA)




No comments:

Post a Comment